dalam perbaikan
Anak muda zaman sekarang dinilai boros dan tidak pandai mengelola keuangannya. Mereka membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan demi meningkatkan derajat dan gengsi saja.
Beberapa orang yang tidak mampu, bahkan berpura-pura bersikap boros karena itu akan meningkatkan posisinya di masyarakat. Bahkan, bisa juga memberikan rasa percaya diri dengan produk non original ini.
Sebagai contoh, bagaimana caranya anda membeli tas bermerek kelas dunia tapi pakai dana yang minim? Sebuah tas imitasi, bon pembelian hasil modifikasi dan plastik pembungkus palsu bisa mewujudkan impian anda.
Zaman sekarang, sebagian orang yang tidak mampu membeli produk-produk original berusaha untuk tampil gaya dengan produk palsu hanya untuk mengangkat derajat mereka. Bahkan, untuk lebih meyakinkan, biasanya mereka mencari sertifikat otentik sebuah produk, bon pembelian atau buku manual yang banyak dijual secara online.
Barang-barang yang dibeli biasa tidak benar-benar dibutuhkan. Tujuan dibelinya barang tersebut juga hanya untuk gaya-gayaan dan mengangkat derajat dan gengsi si pemiliknya. Gaya belanja seperti ini bisa disebut juga sebagai 'konsumsi gengsi'.
Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap 1.104 anak muda di China menunjukkan sebanyak 84,2% dari jumlah tersebut sudah biasa melakukan konsumsi untuk kepentingan gengsi semata tersebut.
Juga masih berdasarkan survey itu, pakaian termasuk tas dan sepatu (75,3%), pernak-pernik (60,7%) dan mobil (59,5%) menjadi tiga peringkat tertinggi di konsumsi gengsi, diikuti oleh peralatan elektronik (55,6%), makanan (55,6%), minuman dan rokok (49,6%), kosmetik (43,9%) dan hiburan (26,9%).
Saya tidak hanya membeli plastik pembungkus, tapi membeli gengsi
"Anda tidak bisa membedakan plastik pembungkus original dengan yang palsu," kata salah satu anak muda yang baru saja membeli plastik pembungkus tas tangan Louis Vuitton. "Keren juga karena orang mengira saya sudah membeli produk Louis Vuitton saat saya jalan-jalan membawa tas plastik pembungkus ini."
Salah satu pengguna internet dengan nama 'Pengpeng and Pipi' mengatakan: "Dengan membeli tas pembungkus palsu, derajat sosial saya rasanya terangkat sehingga memberikan mood lebih baik dan bergengsi."
Sekarang ini, banyak anak muda yang sudah terbiasa dengan konsumsi gengsi seperti ini sehingga mengarah ke pemborosan. Sebaih survey tentang mobil menyatakan, anak muda yang lahir pada pertengah 80an sampai awal 90an mengaku berencana membeli mobil sebelum berumur 30 tahun.
Kenapa banyak anak muda yang boros hanya untuk gengsi?
Ketika mereka yang disurvei ditanya mengenai hal ini, salah satu karyawan muda bernama Shan Xiuqin mengatakan, banyak orang yang menilai orang lain hanya dari penampilan luarnya. Contohnya, kata dia, saat orang ingin membeli baju.
"Jika saya tidak berdandan dengan baik, biasanya saya akan diabaikan oleh petugas tokonya. Hal itu sangat menyakitkan dan merusak rasa percaya diri saya," katanya seperti dilansir dari ChinaDaily, Jumat (25/11/2011).
Mahasiswa baru di Hubei University, Tong Kun, mengaku hampir seluruh siswa di kelasnya memiliki laptop, dan mereka yang kurang mampu untuk membeli perangkat elektronik itu merasa depresi karena tersisihkan. Akhirnya, mereka merengek ke orang tuanya untuk membeli komputer jinjing tersebut.
Bahkan, lanjut Tong, banyak sekali teman-temannya yang sangat mementingkan barang-barang bermerk. Sebagian mahasiswa yang tidak mampu akhirnya memilih membeli produk palsu dengan harga yang lebih murah.
Menurutnya, banyak konsumsi gengsi berawal dari saling membandingkan antara satu anak dengan anak lainnya. Beberapa anak dari keluarga yang kurang mampu biasanya melakukan konsumsi demi gengsi ini hanya untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Direktur Pusat Studi Psikologi di Universitas Fudan, Sun Shijin menemukan hubungan antara borosnya konsumsi anak muda ini dengan kurangnya rasa hormat dari orang sekitar semasa kecil. Hal ini yang berujung pada konsumsi gengsi bahkan konsumsi yang berlebihan alias boros.
Sehingga, anak muda jaman sekarang mencari jalan pintas supaya bisa mendapat rasa hormat dari lingkungan sekitarnya dengan cara tadi. Bahkan, lingkungan sekitar juga seolah mengajarkan anak-anak muda untuk saling unjuk materi, seperti pakaian-pakaian bermerk, supaya gengsinya terangkat dan mereka lebih percaya diri. Kelemahan ini akhirnya dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk meraup keuntungan.
Wakil Direktur Utama Institute of Economics Chinese Academy bagian Ilmu Sosial, Yang Chunxue, mengatakan konsumsi gengsi ini dipicu oleh contoh buruk dari orang-orang sukses yang senang memamerkan harta kekayaan. Saat ini, banyak sekali orang golongan menengah yang bersedia menghabiskan setengah dari gaji bulanan mereka hanya untuk satu pakaian bermerk.
"Yang pasti bukan kabar baik baik ekonomi nasional dalam jangka panjang," kata Yang. "Pertama, tidak banyak merek lokal yang populer di mata anak muda, sehingga membuat kreatifitas pengusaha lokal menjadi terbatas sehingga akhirnya lebih baik menjadi importir merek-merek luar," katanya.
"Kedua, hal ini bertentangan dengan pemasukan nasional. Konsumsi yang berlebihan tidak hanya mengahambur-hamburkan uang pribadi, tetapi juga uang negara," tambahnya.
Yang setuju moral sosial yang baik adalah kunci untuk menghalau fenomena yang bisa disebut konsumsi gengsi ini juga konsumsi yang berlebihan.
Akan tetapi, menurut pandangan Sun, konsumsi gengsi ini tidak sepenuhnya buruk. Kuncinya adalah mengatur tingkat pengaruhnya. Masyarakat harus tahu barang apa yang mereka butuhkan, dan kenapa mereka harus membeli barang tersebut.
Beberapa orang yang tidak mampu, bahkan berpura-pura bersikap boros karena itu akan meningkatkan posisinya di masyarakat. Bahkan, bisa juga memberikan rasa percaya diri dengan produk non original ini.
Sebagai contoh, bagaimana caranya anda membeli tas bermerek kelas dunia tapi pakai dana yang minim? Sebuah tas imitasi, bon pembelian hasil modifikasi dan plastik pembungkus palsu bisa mewujudkan impian anda.
Zaman sekarang, sebagian orang yang tidak mampu membeli produk-produk original berusaha untuk tampil gaya dengan produk palsu hanya untuk mengangkat derajat mereka. Bahkan, untuk lebih meyakinkan, biasanya mereka mencari sertifikat otentik sebuah produk, bon pembelian atau buku manual yang banyak dijual secara online.
Barang-barang yang dibeli biasa tidak benar-benar dibutuhkan. Tujuan dibelinya barang tersebut juga hanya untuk gaya-gayaan dan mengangkat derajat dan gengsi si pemiliknya. Gaya belanja seperti ini bisa disebut juga sebagai 'konsumsi gengsi'.
Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap 1.104 anak muda di China menunjukkan sebanyak 84,2% dari jumlah tersebut sudah biasa melakukan konsumsi untuk kepentingan gengsi semata tersebut.
Juga masih berdasarkan survey itu, pakaian termasuk tas dan sepatu (75,3%), pernak-pernik (60,7%) dan mobil (59,5%) menjadi tiga peringkat tertinggi di konsumsi gengsi, diikuti oleh peralatan elektronik (55,6%), makanan (55,6%), minuman dan rokok (49,6%), kosmetik (43,9%) dan hiburan (26,9%).
Saya tidak hanya membeli plastik pembungkus, tapi membeli gengsi
"Anda tidak bisa membedakan plastik pembungkus original dengan yang palsu," kata salah satu anak muda yang baru saja membeli plastik pembungkus tas tangan Louis Vuitton. "Keren juga karena orang mengira saya sudah membeli produk Louis Vuitton saat saya jalan-jalan membawa tas plastik pembungkus ini."
Salah satu pengguna internet dengan nama 'Pengpeng and Pipi' mengatakan: "Dengan membeli tas pembungkus palsu, derajat sosial saya rasanya terangkat sehingga memberikan mood lebih baik dan bergengsi."
Sekarang ini, banyak anak muda yang sudah terbiasa dengan konsumsi gengsi seperti ini sehingga mengarah ke pemborosan. Sebaih survey tentang mobil menyatakan, anak muda yang lahir pada pertengah 80an sampai awal 90an mengaku berencana membeli mobil sebelum berumur 30 tahun.
Kenapa banyak anak muda yang boros hanya untuk gengsi?
Ketika mereka yang disurvei ditanya mengenai hal ini, salah satu karyawan muda bernama Shan Xiuqin mengatakan, banyak orang yang menilai orang lain hanya dari penampilan luarnya. Contohnya, kata dia, saat orang ingin membeli baju.
"Jika saya tidak berdandan dengan baik, biasanya saya akan diabaikan oleh petugas tokonya. Hal itu sangat menyakitkan dan merusak rasa percaya diri saya," katanya seperti dilansir dari ChinaDaily, Jumat (25/11/2011).
Mahasiswa baru di Hubei University, Tong Kun, mengaku hampir seluruh siswa di kelasnya memiliki laptop, dan mereka yang kurang mampu untuk membeli perangkat elektronik itu merasa depresi karena tersisihkan. Akhirnya, mereka merengek ke orang tuanya untuk membeli komputer jinjing tersebut.
Bahkan, lanjut Tong, banyak sekali teman-temannya yang sangat mementingkan barang-barang bermerk. Sebagian mahasiswa yang tidak mampu akhirnya memilih membeli produk palsu dengan harga yang lebih murah.
Menurutnya, banyak konsumsi gengsi berawal dari saling membandingkan antara satu anak dengan anak lainnya. Beberapa anak dari keluarga yang kurang mampu biasanya melakukan konsumsi demi gengsi ini hanya untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Direktur Pusat Studi Psikologi di Universitas Fudan, Sun Shijin menemukan hubungan antara borosnya konsumsi anak muda ini dengan kurangnya rasa hormat dari orang sekitar semasa kecil. Hal ini yang berujung pada konsumsi gengsi bahkan konsumsi yang berlebihan alias boros.
Sehingga, anak muda jaman sekarang mencari jalan pintas supaya bisa mendapat rasa hormat dari lingkungan sekitarnya dengan cara tadi. Bahkan, lingkungan sekitar juga seolah mengajarkan anak-anak muda untuk saling unjuk materi, seperti pakaian-pakaian bermerk, supaya gengsinya terangkat dan mereka lebih percaya diri. Kelemahan ini akhirnya dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk meraup keuntungan.
Wakil Direktur Utama Institute of Economics Chinese Academy bagian Ilmu Sosial, Yang Chunxue, mengatakan konsumsi gengsi ini dipicu oleh contoh buruk dari orang-orang sukses yang senang memamerkan harta kekayaan. Saat ini, banyak sekali orang golongan menengah yang bersedia menghabiskan setengah dari gaji bulanan mereka hanya untuk satu pakaian bermerk.
"Yang pasti bukan kabar baik baik ekonomi nasional dalam jangka panjang," kata Yang. "Pertama, tidak banyak merek lokal yang populer di mata anak muda, sehingga membuat kreatifitas pengusaha lokal menjadi terbatas sehingga akhirnya lebih baik menjadi importir merek-merek luar," katanya.
"Kedua, hal ini bertentangan dengan pemasukan nasional. Konsumsi yang berlebihan tidak hanya mengahambur-hamburkan uang pribadi, tetapi juga uang negara," tambahnya.
Yang setuju moral sosial yang baik adalah kunci untuk menghalau fenomena yang bisa disebut konsumsi gengsi ini juga konsumsi yang berlebihan.
Akan tetapi, menurut pandangan Sun, konsumsi gengsi ini tidak sepenuhnya buruk. Kuncinya adalah mengatur tingkat pengaruhnya. Masyarakat harus tahu barang apa yang mereka butuhkan, dan kenapa mereka harus membeli barang tersebut.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment kamu Dibawah ini,Blog ini DO Follow