Judul diatas sangat menggelitik bagi kaum Muslimin yang selama ini menjadi sasaran tembak sebagai dalang dari berbagai peristiwa terkait dengan kosakata TERORISME. Judul diatas merupakan tema yang diangkat oleh Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) dalam acara diskusi pada Kamis, 26 Agustus 2010 bertepatan dengan 16 Ramadhan 1431 H bertempat di Intiland Tower Jl. Jenderal Sudirman 32 Jakarta Pusat bersama lima narasumber yaitu Kombes (Pol) Zulkarnaen (Kabid.Mitra Div.Humas Mabes POLRI), Mardigu Wowiek Prasantyo, M.Psych. (Pakar Psikologi Riset dan Pengamat Terorisme), Fahri Hamzah (Wakil Ketua Komisi III DPR RI), Munarman, SH. (Direktur An Nashr Institute), KH.Muhammad Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam) ditambah host H.M. Luthfi Hakim, SH., MH. (Tim Pembela Muslim). Acara diskusi yang berlangsung lebih kurang dua jam dimulai pukul.14.30 sd. 16.30 WIB berjalan cukup hangat dan memang cukup mencengangkan dengan diungkapnya beberapa fakta kejanggalan rangkaian dua kasus terorisme terakhir yaitu Kamp Pelatihan Mujahidin Aceh sampai drama “sinetron” penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagaimana istilah yang digunakan oleh KH. Muhammad Al Khaththath.
Acara dimulai sekitar pukul. 14.30 WIB mundur tiga puluh menit dari jadwal dengan diawali pembukaan oleh pembawa acara Ustadz Bernard Abdul Jabbar (Hizbul Dakwah Islam) seraya menyitir Hadits Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam tentang algojo (polisi) di akhir zaman yang di pagi hari melakukan tindakan yang menyebabkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala marah kemudian di sore hari justru melakukan tindakan yang juga menyebabkan murka Allah Subhanahu Wa Ta’ala (Hadits ini terdapat dalam Kitab Mu’jam Al Kabir), jumlah peserta yang hadir sekitar tiga puluh orang berikut insan pers diantaranya media elektronik Metro TV, wartawan dari media cetak Sabili dan Suara Islam.
Setelah prolog dari Ustadz Bernard, acara langsung diserahkan kepada host H.M.Luthfi Hakim, SH., MH. yang cukup hangat membuka diskusi sehingga cukup mengimbangi suhu ruangan lantai dua Intiland Tower tepat diatas Bank Mandiri ber-AC sekitar 25 derajat celcius itu. Host kemudian mempersilahkan kelima narasumber untuk menempati tempat yang disediakan berlatar backdrop bertulis tema acara, duduk disisi paling kanan Kombes (Pol) Zulkarnaen kemudian ke arah kiri diikuti Fahri Hamzah, host, Mardigu W.Prasantyo, Munarman dan paling kiri KH.Muhammad Al Khaththath.
Pak Luthfi Hakim sebagai host langsung memulai pertanyaan pertama kepada Kombes (Pol) Zulkarnaen berkaitan dengan proses teknis penangkapan Ustadz Abu yang sangat tidak manusiawi serta sangat berbeda dengan penjahat yang bernama koruptor. Kombes (Pol) yang hobi berpantun dalam berbicara sepanjang acara ini tidak dapat menjawab pertanyaan host, dan hanya mengatakan,”…dalam proses teknis penangkapan itu kan memang ada prosedurnya…”.
Pak Luthfi mencecar,”Pertanyaannya adalah mengapa harus dengan cara memecahkan kaca, menodongkan senjata dan cara-cara kasar lainnya ? padahal Ustadz Abu itu sangat acsessable (mudah ditemui) ?”. Kombes menjawab,”…(kurang lebih sama dengan jawaban pertama)…selain itu memang polisi diberi kewenangan untuk melindungi dirinya apabila ada indikasi yang membahayakan (mengancam polisi)”. Jawaban yang cukup menggelikan, padahal ketika disergap Ust. Abu tidak sedang membawa pasukan bersenjata melainkan membawa dua orang nenek tua yaitu istri beliau Ibu Aisyah Baraja dan istri Ust.Wahyudin (Pimpinan Ponpes Al Mukmin Ngruki) Ibu Muslikhah.
Pak Luthfi tidak melanjutkan pertanyaan, karena intinya sang Kombes tidak bisa menjawab hanya muter-muter sendiri. Pak Luthfi melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya,” Bagaimana terkait dengan Sofyan Tsauri yang merupakan mantan polisi dalam kasus Pelatihan di Aceh ?”. Kombes menjawab,”Ya dia desersi polisi”. Pak Luthfi,”Kemudian bagaimana dengan fakta bahwa Sofyan sempat mengadakan Pelatihan militer bersama relawan FPI (Front Pembela Islam) di dalam Markas Komando Brimob Kelapa Dua ?”. Kombes,”Saya tidak tahu…teroris itu kan merupakan jaringan bawah tanah, ya…mungkin itu semata hasil ikhtiar mereka kemudian bertemu Sofyan yang telah bergabung bersama KOMPAK”. Pak Luthfi,”Kalau teroris gerakan bawah tanah, sementara orang seperti Ust. Abu kan bukan orang bawah tanah, kemudian kemana Ust. Abu pergi pasti di-inteli, jadi bagaimana mungkin beliau terlibat gerakan bawah tanah (terorisme).”.
Pak Luthfi kemudian mengalihkan pertanyaan berikutnya kepada Mardigu W. Prasantyo setelah sang Kombes kalang kabut dicecar pertanyaan ditambah sesekali umpatan flor yang memojokkan. Sang Kombes pun bisa agak tersenyum dan menyatakan bahwa dirinya sudah aman disambut tertawaan seluruh hadirin. Pak Luthfi bertanya ke Mardigu,” Sebagai peneliti gerakan terorisme, apakah benar ada data valid bahwa pernah terjadi pelatihan di MAKO Brimob Kelapa Dua ?” Mardigu, “Saya akan bicara sesuai fakta dan data yang saya miliki, ya benar dan terkonfirmasi” kemudian Mardigu mengatakan,”
Sofyan dibantu dua rekan polisi aktif bernama Tatang Mulyadi dan Abdi Tunggal sebagai penyuplai senjata disposal (rusak) yang direpair dan amunisi, selain itu ada satu orang nonaparat yang menyuplai senjata bernama Sutrisno”. Pak Luthfi, “Untuk mendapatkan senjata-senjata itu tentunya perlu izin resmi dan melalui birokrasi dari kesatuan”, Mardigu,” Ya, jelas”. Pak Luthfi,”Masuk akal tidak Ust. Abu yang mengkader para teroris itu ?”. Mardigu,” Meragukan, Kenapa Ust. Abu ditangkap, apa hubungannya ?”, Pak Luthfi,”Bagaimana semua ini bisa terjadi?”. Mardigu,”Jawaban saya sudah saya tulis dalam sebuah kalimat dan masih ada di akun Facebook dan Twiter saya, intinya masalah terorisme di negri ini harusnya bisa diselesaikan, tapi kalau saya berada di posisi mereka (pemerintah dan jajaran POLRI) apa saya sanggup menolak ya ? karena cukup menggiyurkan, pahamkan maksud saya ?”. Singkatnya ini semua adalah proyek untuk mendapatkan dana dari pihak asing (Amerika dan sekutunya) yang cukup besar. Luar biasa inilah ulah pemerintah dan alatnya yang bernama POLRI dalam mengkhianati umat Islam. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghancurkan mereka.
Semua hadirin tercengang dengan penyataan Pak Mardigu tadi, statement beliau dinilai cukup berani, karena itu cukup menelanjangi sepak terjang POLRI dengan Densus 88-nya untuk meraih uang dengan mengorbankan umat Islam. Selanjutnya Pak Luthfi beralih kepada Munarman,”Bagaimana tentang peran Sofyan dalam dua kasus terorisme yang berujung ditangkapnya Ust. Abu?”, kemudian Munarman menceritakan kronologi terjadinya peristiwa Aceh, berikut ini cuplikan point-point penting kronologinya,
- Sofyan Tsauri masuk ke Aceh pada Januari 2009 dan langsung menawarkan diri untuk menjadi instruktur pelatihan calon relawan FPI Aceh yang akan diberangkatkan ke Gaza, mengingat pada masa itu baru saja terjadi gempuran Israel ke Gaza.
- Lima belas orang personel relawan FPI untuk Gaza dari Aceh yang lulus seleksi diundang ke Jakarta.
- Keberangkatan ke Gaza ditunda, sepuluh orang dari mereka secara diam-diam berkunjung ke tempat Sofyan di Kelapa Dua.
- Sepuluh orang tersebut tinggal di tempat Sofyan selama satu bulan dengan biaya penuh dari Sofyan pada Februari 2009.
- Kesepuluhnya di doktrin oleh Sofyan yang membolehkan cara-cara perampokan kepada orang di luar kelompok Sofyan cs. dalam mendanai jihad.
- Selama sebulan itu hingga akhir Maret mereka sempat dilatih menembak di lapangan tembak MAKO Brimob dengan empat puluh peluru tajam pada masing-masing orang.
- Januari 2010 enam dari sepuluh orang yang pernah dilatih Sofyan di MAKO Brimob, ikut serta dalam Pelatihan Militer Mujahidin di Jantho Aceh Tengah.
- Februari 2010 Pelatihan Militer Mujahidin di Jantho aceh Tengah, disergap Polisi.
Munarman menambahkan bahwa dari kronologi ini terbukti bahwa Sofyan yang merekrut personal FPI bukan FPI yang merekrut Sofyan, sembilan orang personal FPI sekarang berada di bawah lindungan Munarman dan menjadi salah satu sumber informasi valid tentang keanehan kasus Aceh.
Mengenai penangkapan Ust. Abu lanjut Munarman hanyalah berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Lutfi Haidaroh alias Ubaid tepatnya pada point enam dengan pertanyaan “Bagaimana keterkaitan Dulmatin dalam peristiwa Aceh ?” Ubaid menjawab dengan tujuh puluh delapan jawaban, diantaranya mengaitkan Ust. Abu. Padahal dalam konsep hukum positif (baca:thaghut) ada prinsip “satu saksi berarti bukan saksi”. Munarman juga menjelaskan penanganan terorisme oleh POLRI belakangan ini juga aneh seperti dua korban penembakan Cawang yang sampai hari ini belum ada yang tahu siapa mereka, ini menggambarkan kebobrokan POLRI dan sangat berbahaya karena kedepan POLRI bisa saja menembak orang seenaknya dan mengaitkan dengan terorisme seenak udel-nya.
Munarman juga mengungkapkan bahwa Pangkal ini semua adalah bukan di Densus 88 melainkan ada tim kecil lain di balik layar yang bekerja di bawah pimpinan Kombes (Pol) Goris Mere, nama tim ini adalah Satgas Antibom, tim ini berlatih di sebuah pulau di selatan Lampung, tim inilah yang bekerja dalam eksekusi para terduga teroris, Munarman mengistilahkannya sejenis tim Buser. Munarman kemudian menunjukkan sebuah dokumen dari Dephan Amerika seputar anggaran biaya kampanye antiterrorisme yang dikeluarkan dan diperebutkan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Dalam dokumen itu tercatat angka 141,7 Miliar Dolar AS, angka yang cukup fantastis, itupun pada tahun 2008 saja, dan meningkat sampai enam kali lipat per tahun. Selain itu Munarman juga mengungkap adanya opini yang dilancarkan oleh tokoh koordinator senator bidang pertahanan Amerika yang beragama Yahudi tentang opini bahwa para teroris yang ada di dunia kesemuanya beraliran salafi jihadi.
Pak Luthfi kemudian melanjutkan ke Fahri Hamzah, dalam pernyataannya Fahri Hamzah mengungkap adanya hubungan yang baik antara Ust. Abu dan Kapolda Jateng Alex Bambang Riatmojo, maka sangat aneh mengapa polisi khususnya Densus 88 harus bertindak begitu dalam menangkap Ust. Abu. Fahri Hamzah menutup pernyataannya dengan janji akan membongkar kejanggalan-kejanggalan ini semua pada audiensi pasca Idul Fitri antara Komisi III dan FUI.
Sekarang giliran KH.Muhammad Al Khaththath menyampaikan pernyataan dengan surat Al Buruj ayat 9 dan mengulang hadits tentang polisi akhir zaman yang telah dibacakan oleh pembawa acara. Pak Kiayi kemudian hanya menceritakan fakta menarik pada saat Ust. Abu ditangkap sebagaimana kesaksian istri Ust. Abu, yaitu Ust. Abu sempat ditodong senjata oleh seorang anggota Densus 88 kemudian Ust. Abu membentak anggota Densus 88 itu dengan kata “Semoga kamu dilaknat Allah !” setelah itu anggota Densus 88 tersebut lari terbirit-birit dan sempat dikejar Ust. Abu sebelum Ust. Abu kemudian dipegangi oleh anggota Densus 88 yang lain. Ternyata cuma gayanya saja menyandang senjata melawan kakek tujuh puluh tahunan saja takut.
Pak Luthfi menyudahi pemaparan dari para narasumber dan membuka sesi tanya-jawab, ada enam penanya, namun hanya ada dua pertanyaan yang bagus, sisanya lebih kepada pernyataan diantaranya adalah menyatakan bahwa polisi harusnya malu menangkap kakek-kakek dengan senjata lengkap, kemudian ada juga yang meminta pers mengungkap ini semua dengan tegas dan jelas. Dua pertanyaan yang menarik adalah apakah penembakan terduga teroris bisa dibenarkan secara hukum, Munarman mengatakan jelas tidak bisa dibenarkan, bahkan yang lucu Erwin Armada (Pimred Playboy) ternyata sampai saat ini tidak ditahan padahal sudah divonis sementara Ust. Abu belum terbukti sudah ditahan.
Pertanyaan berikutnya apa hubungan keluh kesah SBY dua hari sebelum penangkapan Ust. Abu bahwa dirinya menjadi sasaran terror, Mardigu mengatakan bahwa itu hal biasa memang gayanya SBY supaya dikasihani, namun yang menarik adalah POLRI menyatakan ada laboraturium bom di Cibiru, Mardigu sempat meninjau TKP dan melihat memang ada sebuah ruangan berisi bahan-bahan kimia cair tapi tidak seperti laboraturium yang dibayangkan hanya ruangan saja, kemudian ada kejanggalan yaitu ditemukannya bahan peledak yang tidak lazim digunakan teroris disana, biasanya teroris menggunakan Potasium Klorat sebagai bahan dasar bom, namun di Cibiru ditemukan TATP (Tri Asetil Tetra Peroksida), ini adalah bahan high explosive dan tidak dimiliki TNI-POLRI bahkan Israel baru menggunakannya enam bulan lalu. Sungguh aneh, ini merupakan petunjuk kemungkinan adanya rekayasa.
Di penghujung acara masing-masing narasumber diberikan kesempatan menyatakan closing statemen, KH.Muhammad Al Khaththath memberi nasihat kepada Pak Kombes supaya menjadi polisi yang baik seperti Qois bin Sa’ad Radhiallahu’anhu yang mendampingi Amirul Mukminin, setelah itu Pak Luthfi langsung menutup acara. Demikian ulasan hasil diskusi FKSK yang cukup luar biasa mengungkap beberapa fakta keterlibatan POLRI dalam rekayasa pidana terorisme.
Bila kita cermati tingkah polah yang dilakukan oleh Pemerintah dan POLRI dalam menangani kasus terorisme hari ini menunjukkan pengulangan gaya-gaya Orde Baru pada masa Ali Moertopo, sejarah telah mencatat bahwa Ali Moertopo memiliki strategi khusus dalam memberangus gerakan Islam, strategi itu sering disebut “tebar, pancing, jaring”. Strategi tebar maksudnya adalah menebar agen-agen mereka menyusup ke gerakan Islam kemudian pancing mereka beraksi (radikalisasi), terakhir jaring mereka alias tangkap.
Jika analisa dari Munarman cs. tepat seputar sosok Sofyan Tsauri maka bisa dipastikan POLRI hanya menjiplak strategi Ali Moertopo ditambah praktek pembunuhan secara membabi buta. Strategi inipun digunakan di Timur Tengah khususnya Saudi Arabia sebagaimana diungkap oleh Abu Mus’ab As Suri dalam tulisannya setebal 1600-an halaman bertajuk Da’watul Muqowwamah Al Islamiyyah Al ‘Alamiyyah. Umat Islam harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengungkap rekayasa ini sekaligus memukul balik Pemerintah dan POLRI melalui Komisi III DPR RI, mengingat Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fahri Hamzah telah berjanji dalam forum diatas untuk menampung aspirasi dan mengupayakan pengungkapan kasus rekayasa terorisme ini. S
elanjutnya untuk gerakan-gerakan Islam hendaklah mulai mawas diri dan berfikir cermat, jangan sampai mudah terprovokasi oleh orang-orang kontroversial yang secara tiba-tiba mengangkat isu jihad padahal yang bersangkutan belum diketahui track record-nya dalam gerakan Islam. Cukuplah rangkaian dua kasus belakangan ini menjadi pelajaran bagi kita semua, namun pelajaran yang kita ambil bukanlah untuk menihilkan amaliyah jihadiyah melainkan untuk menegakkan jihad dengan tepat guna serta berkesinambungan dengan daya pukul yang kuat terhadap para penentang Islam.
Akhirnya, telah cukup terjawab tema acara diatas bahwa memang terdapat bukti kuat bahwa Polisi Dalang Terorisme sehingga teori konspirasi yang selama ini terkesan isapan jempol agaknya cukup nyata di rangkaian dua kasus terakhir.
(ADP/Mahasiswa Pecinta Islam)
sumber: http://freeabb.com/2010/09/polisi-dalang-terorisme/
{ 1 komentar... read them below or add one }
wopw udang dibalik batu
Post a Comment kamu Dibawah ini,Blog ini DO Follow